Oleh: Martinus Doo
Kategori: Ilmu Pengetahuan & Sosok | Esai Populer
“Saya tidak mempelajari fisika untuk menghancurkan umat manusia.”
— Lise Meitner
Di tengah sejarah besar yang dipenuhi nama-nama lelaki agung seperti Einstein, Oppenheimer, dan Bohr, ada satu nama yang nyaris hilang dalam sunyi: Lise Meitner. Padahal, tanpa dirinya, bom atom mungkin hanya akan menjadi gagasan liar di atas kertas. Ironisnya, dia menemukan formula untuk melepaskan kekuatan luar biasa dalam inti atom — dan kemudian menolak menggunakannya untuk membinasakan umat manusia.
Siapa sebenarnya Lise Meitner? Dan mengapa namanya seperti sengaja disembunyikan dari podium kehormatan dunia sains?
Penemuan di Tengah Pengasingan
Tahun 1938, di tengah gempuran fasisme Nazi dan diskriminasi rasial terhadap Yahudi, Lise Meitner melarikan diri dari Jerman. Dia seorang fisikawan berkebangsaan Austria berdarah Yahudi yang telah mencatat sejarah sebagai perempuan pertama yang menjadi profesor fisika di Universitas Berlin — prestasi yang langka pada zamannya.
Namun, pelariannya tidak menghentikan otaknya yang tajam. Dalam perjalanan kereta api menuju Swedia, bersembunyi di toilet kereta, ia mencoret kertas-kertas, menghitung ulang data hasil eksperimen bersama Otto Hahn, rekannya di laboratorium. Dan di sanalah, dalam sunyi dan keterasingan, Meitner menyadari sesuatu yang luar biasa: inti uranium yang dibelah akan melepaskan energi dalam jumlah besar, sesuai dengan rumus Einstein: E = mc².
Penemuan ini dinamai “fisi nuklir”, dan menjadi dasar utama terciptanya senjata nuklir pertama di dunia.
Namun dunia tidak mencatatnya demikian.
Hilangnya Nama di Podium Nobel
Setahun kemudian, Hadiah Nobel Kimia 1944 diberikan kepada Otto Hahn saja. Nama Meitner dihapus dari makalah. Tak ada undangan, tak ada penghargaan, bahkan sekadar pengakuan.
Padahal, Hahn hanyalah ahli kimia yang menyaksikan pecahnya atom di laboratorium. Meitnerlah yang menjelaskan bagaimana dan mengapa itu terjadi secara fisika — membuat hubungan antara data eksperimen dan energi nuklir menjadi masuk akal.
Ketika orang-orang bertanya mengapa dia tidak menuntut pengakuan, Meitner hanya menjawab dengan tenang: “Saya tidak ingin dikenal karena penghargaan, saya ingin dikenal karena apa yang saya tidak lakukan — saya tidak membuat bom.”
Perempuan di Lorong Bawah Tanah
Sepanjang kariernya, Lise Meitner hidup dalam bayang-bayang laki-laki. Ia sempat tidak diperbolehkan masuk ke laboratorium lewat pintu utama. Ia ditawari menyelinap lewat lorong bawah tanah, karena dia adalah perempuan. Di institut tempatnya bekerja, tidak ada asrama bagi peneliti wanita — maka Meitner tidur di bawah meja laboratorium.
Namun hal itu tidak menghentikannya. Dengan kerja keras, perhitungan teliti, dan dedikasi tanpa pamrih, dia menjadi guru dari banyak fisikawan nuklir besar Eropa. Dia bukan pendamping — dia pemimpin. Hanya saja, sejarah belum siap menaruh mahkota di kepala seorang wanita.
Penolakan yang Bermoral
Saat Proyek Manhattan mengajak Meitner bergabung dalam pengembangan bom atom, dia menolak. Baginya, sains adalah cahaya, bukan senjata. Ia ingin kekuatan atom dimanfaatkan untuk kehidupan — bukan kematian.
Penolakannya dianggap ‘tidak praktis’ oleh banyak rekan sejawat. Namun hari ini, kita tahu siapa yang berada di sisi yang benar dalam sejarah.
Ia tidak pernah diberi gelar “Ibu Bom Atom” secara resmi. Ia bahkan tidak disebut “Nenek Sains Nuklir.” Karena dalam dunia yang membangun narasi jenius sebagai sosok pria berjas putih dan rambut berantakan, perempuan jenius kerap hanya disebut ‘asisten’ atau ‘inspirasi moral’.
Namun Meitner bukan hanya suara hati nurani. Ia memiliki rumus, data, dan nalar — semuanya. Ia adalah jenius. Titik.
Penutup: Cahaya dari Meja yang Sepi
Lise Meitner wafat pada tahun 1968 dalam kesunyian. Tak ada ledakan, tak ada parade. Tapi warisannya perlahan diakui. Unsur nomor 109 dalam tabel periodik dinamai Meitnerium (Mt) — penghormatan kecil untuk warisan besar.
Hari ini, dalam dunia yang masih belajar mengenali suara perempuan dalam sains, kisah Meitner adalah pengingat: bahwa integritas dan kebijaksanaan jauh lebih langka daripada kecerdasan. Bahwa menemukan sesuatu bukan berarti harus menggunakannya untuk menghancurkan. Dan bahwa kadang-kadang, keberanian sejati adalah mengatakan tidak — meski seluruh dunia berkata ya.
Keterangan Tambahan
Lise Meitner (1878–1968) adalah seorang fisikawan teoretis kelahiran Austria, yang dikenal sebagai salah satu penemu fisi nuklir bersama Otto Hahn. Ia dicalonkan 48 kali untuk Hadiah Nobel, namun tidak pernah menang.